Pengertian, Contoh dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suksesi - Ekosistem di alam memiliki pola penyesuaian yang terjadi dalam
waktu yang sangat lama untuk mempertahankan stabilitasnya yaitu dengan
mengalami suatu perubahan. Perubahan tersebut dapat menyangkut perubahan bentuk,
perubahan struktur maupun perubahan fungsi. Perubahan lainnya pun dapat terjadi
sehingga dapat mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Perubahan ini mengalami
perkembangan sehingga mencapai tingkat kestabilan. Perubahan ekosistem pada
dasarnya dapat disebabkan oleh berbagai penyebab utama, yaitu akibat perubahan
iklim, pengaruh dari faktor luar, dan karakteristik sistem itu sendiri.
perubahan ekosistem juga berdampak pada perubahan lingkungan hidup dan masalah
konservasi lingkungan hidup.
Pada materi ini, kita akan mempelajari tantang;
1. Apa Pengertian Suksesi?
2. Apa Penyebab Terjadinya Suksesi?
3. Faktor yang Mempengaruhi Suksesi.
4. Contoh Proses Suksesi.
1. Apa Pengertian Suksesi?
2. Apa Penyebab Terjadinya Suksesi?
3. Faktor yang Mempengaruhi Suksesi.
4. Contoh Proses Suksesi.
Perkembangan ekosistem menuju
kedewasaan dan keseimbangan disebut suksesi. Suksesi terjadi sebagai akibat
dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. Proses suksesi
berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan
seimbang (homeostatis). Di alam terdapat dua macam suksesi yaitu suksesi primer
dan suksesi sekunderSuksesi primer terjadi jika komunitas asal terganggu.
Gangguan ini mengakibatkan
hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas
asal terbentuk habitat baru. Gangguan ini dapat terjadi secara alami, misalnya
tanah longsor, letusan gunung berapi, endapan lumpur yang baru di sungai, dan
endapan pasir di pantai. Gangguan dapat pula karena perbuatan manusia misalnya
penambangan timah, batu bara, dan minyak bumi. Namun dalam makalah ini akan
dibahas tentang suksesi primer mengenai letusan gunung merapi yang terjadi pada
tahun 2006 dan 2010.
Definisi
Suksesi
Suksesi merupakan proses perubahan
dalam komunitas yang berlangsung menuju ke satu arah secara teratur. Suksesi
terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau
ekosistem. Proses suksesi berakhir dengan suatu komunitas atau ekosistem yang
disebut ekosistem klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan
dengan lingkungannya. Dalam tingkat klimaks
tersebut, komunitas atau ekosistem telah mencapai keadaan keseimbangan yang
juga disebut dengan homeostatis atau
keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan
komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara
keseluruhan.
Tansley
(1920) dalam Tim Dosen Ekologi Tumbuhan (2014:105), mendefinisikan suksesi
sebagai berikut : “Suksesi adalah perubahan yang perlahan-lahan dari komunitas
tumbuhan dalam suatu daerah tertentu dimana terjadi pengalihan dari suatu jenis
tumbuhan oleh jenis tumbuhan lainnya (pada tingkat populasi).
Menurut Tim Dosen Ekologi Tumbuhan (2014 : 106) Perubahan
vegetasi di alam sebenarnya bisa dibedakan dalam tiga bentuk umum, yaitu :
a.
Perubahan fenologis yang
tidak saja terjadi karena adanya masa-masa berbunga, berbuah, berbiji, berumbi,
gugur daun dan sebagainya, tetapi juga terjadi pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan
tertentu dalam perjalanan waktu atau musim yang memperkaya komunitas tumbuhan
itu. Misalnya pada habitat padang pasir dengan hadirnya tumbuhan setahun dan
geofita setelah hujan turun, dan ini terjadi satu kali untuk beberapa tahun.
b.
Perubahan suksesi sekunder,
yakni perubahan vegetasi yang nonfenologis dan terjadi dalam ekosistem yang
telah matang. Ini termasuk suksesi normal, berirama dan katastrofik seperti
yang dikalsifikasikan oleh Gams. Suatu suksesi sekunder berasal hanya dari
suatu kerusakan ekosistem secara tidak menyeluruh atau tidak total
kerusakannya. Misalnya pada daerah pertanian setelah terjadi panenan, juga pada
daerah hutan akibat terjadinya pohon tumbang. Pada suksesi sekunder ini dapat
bersifat satu arah atau juga siklik.
c.
Perubahan suksesi primer,
berlainan dengan suksesi sekunder, pembentukan komunitas tumbuhan pada suksesi
primer ini berasal dari suatu substrat yang sebelumnya tidak pernah mendukung
suatu komunitas tumbuhan. Substrat baru yang terbentuk bisa berasal dari sistem
air sebagai hasil dari proses pendangkalan, suksesi yang terjadi disebut
suksesi hidroseres (Clements) atau hidrark (Cooper). Bila
substrat baru berasal dari sistem darat, batuan, pasir, dan sebagainya maka
suksesinya disebut suksesi xeroseres atau xerark.
Menurut Weaver dan Clements (1938) dalam anonim (2013:1) tahapan
dan proses menuju sukssesi vegetasi terbagi dua yaitu di hydrosere dan
xerosere.
a.
Hydrosere
Dalam hydisere ini ada enam tahapan
sampai akhirnya menuju klimaks yaitu sebagai berikut:
1)
Submerged Stage (Terendam)
Tanaman berada disekitar pinggir danau atau genangan
air, dimana kedalamannya kurang dari 20 kaki dan tanaman yang ada banyak berupa
tanaman yang terendam (submerged). Tanaman berbunga (Spermatophyta) seperti Elodea, Potamogeton, Ceratophyllum, dan Najas. Lumut-lumutan seperti Ranunculus, Utricularia, dan Vallisneria serta alga seperti Chara.
2)
Floating Stage (Mengambang)
Kedalamannya antara 6 sampai 8 kaki saja dengan
spesies tanaman mengambang (floating) yang mulai bermacam-macam.
Jenis-jenis lili seperti Nymphaea dan Castalia serta ada juga Potamogeton (pondweeds) danPolygonum.
3)
Reed-Swamp Stage (Buluh/Rawa)
Dengan keadaan tanah yang selalu digenangi air
memungkinkan untuk tanaman dapat terus berakar dengan baik. Ada 3 tanaman
dominant pada tahap ini yaituPhragmites communis, Scirpus validus, dan Typha latifolia. Selain itu
masih ada tanaman yang lain seperti Saggitaria, Alisma, Acorus, Polygonum, dan lain-lain.
4)
Sedge-Meadow Stage (Padang
Rumput Alang-Alang)
Jumlah air sudah menurun dan spesies tanaman juga
memperluas daerahnya dan didukung dengan jumlah cahaya yang bagus. Tanaman yang
ada sepertiEleocharis, Carex, Juncus, dan lain-lain.
5)
Woodland Stage (Hutan)
Tanah sudah semakin banyak mengandung humus dan sudah
banyak jenis pohon-pohon pada tahap ini. Tanaman yang ada seperti Salix, Cornus,Cephalanthus, Alnus, dan lain-lain.
6)
Climax Forest
Humus dan kelembaban tanah meningkat karena didukung
oleh bakteri dan jamur serta organism yang ada di dalamnya.
b.
Xerosere
Dalam xerosere ini ada enam tahapan
sampai akhirnya menuju klimaks yaitu sebagai berikut:
1)
Crustose-lichen stage (Tahap
Lichen-kerak)
Spora dibawa oleh angin atau secara fragmentasi
lichen. Contohnya Soredia berada pada permukaan batu yang halus.
Ada juga jenis yang lain yang ada pada tahap ini seperti Rhizocarpon, Lecidea, Rinodina, Lecanora, dan lain-lain.
2)
Foliose-Lichen Stage (Tahap
Lichen-Lembaran)
Tanaman yang ada seperti Dermatocarpon, Parmelia, Umbilicaria, dan lain-lain.
3)
Moss-Stage (Tahap Lumut)
Tanaman
yang ada seperti Black moss (Grimmia), hair moss (Polytrichum
juniperum, P. piliferum, P. commune), dan lain-lain.
4)
Herbaceous Stage (Tahap
Herbaceous)
Evaporasi
dan temperature ekstrim menurun. Populasi bakteri, jamur, dan hewan meningkat.
Tanaman yang ada seperti Bluegrass (Aristida, Festuca, dan Poa),Heuchera, Potentilla, goldenrods (Solidago),
dan lain-lain.
5)
Shrub-Stage (Tahap Semak)
Angin
bertiup dan kelembaban mulain meningkat pada tahap ini. Tanaman yang ada pada
tahap ini seperti Symphoricarpos, Rhus, Physocarpus, dan lain-lain.
6)
Climax forest
Pada
awalnya, spesies pertamanya adalah pohon yangbersifat xeric, tetapi
lama-kelaman akan berubah seiring dengan semakin bagusnya lingkungan.
Suksesi dapat dibedakan menjadi dua
macam atau dua jenis (Anonim, 2008). Jenis-jenisnya antara lain :
a.
Suksesi primer
Suksesi primer dapat terjadi apabila komunitas mendapat gangguan yang
mengakibatkan komunitas awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat
baru. Gangguan yang dapat menyebabkan suksesi primer dapat terjadi secara alami
maupun dipengaruhi campur tangan manusia. Contoh gangguan secara alami antara
lain tanah longsor, letusan gunung merapi, endapan lumpur di sungai dan endapan
pasir di pantai. Sedangkan contoh gangguan yang disebabkan oleh manusia adalah
kegiatan penambangan ( batu bara, timah, dan minyak bumi ).
b.
Suksesi sekunder
Suksesi sekunder dapat terjadi apabila komunitas mendapat gangguan, tetapi
hanya mengakibatkan rusaknya komunitas. Pada suksesi ini, komunitas masih
tampak substrat lama dan sebagian kehidupan lama masih ada. Suksesi ini dapat
terjadi secara alami maupun buatan (disebabkan oleh manusia). Contoh gangguan
yang disebabkan secara alami adalah banjir, gelombang tsunami, kebakaran hutan,
dan angin ribut. Sedangkan contoh gangguan yang disebabkan oleh manusia adalah
penebangan hutan, pembukaan hutan denan membuka hutan , dan pembakaran padang
rumput dengan sengaja.
Penyebab Terjadinya Suksesi
Suksesi dapat terjadi
apabila disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Iklim
Tumbuhan tidak akan dapat teratur dengan adanya
variasi yang lebar dalam waktu yang lama. Fluktuasi keadaan iklim kadang-kadang
membawa akibat rusaknya vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya. Dan akhirnya
suatu tempat yang baru (kosong) berkembang menjadi lebih baik (daya adaptasinya
besar) dan mengubah kondisi iklim. Kekeringan, hujan salju/air dan kilat
seringkali membawa keadaan yang tidak menguntungkan pada vegetasi.
b.
Topografi
Suksesi terjadi karena adanya perubahan kondisi
tanah, antara lain:
1) Erosi:
Erosi dapat terjadi karena angin, air dan hujan.
Dalam proses erosi tanah menjadi kosong kemudian terjadi penyebaran biji oleh
angin (migrasi) dan akhirnya proses suksesi dimulai.
2) Pengendapan (denudasi):
Erosi yang melarutkan lapisan tanah, di suatu
tempat tanah diendapkan sehingga menutupi vegetasi yang ada dan merusakkannya.
Kerusakan vegetasi menyebabkan suksesi berulang kembali di tempat tersebut.
c.
Biotik
Pemakan tumbuhan seperti serangga yang merupakan
pengganggu di lahan pertanian demikian pula penyakit mengakibatkan kerusakan
vegetasi. Di padang penggembalaan, hutan yang ditebang, panen menyebabkan
tumbuhan tumbuh kembali dari awal atau bila rusak berat berganti vegetasi.
Faktor yang Menyebabkan Kecepatan Suksesi
Berikut adalah faktor
yang menyebabkan kecepatan suksesi di setiap tempat dapat berbeda. Faktor
tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Luasnya habitat asal yang
mengalami kerusakan.
b. Jenis-jenis
tumbuhan di sekitar ekosistem yang terganggu.
c. Kecepatan
pemencaran biji atau benih dalam ekosistem tersebut.
d. Iklim,
terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji, spora. dan benih lain
serta curah hujan yang sangat berpengaruh dalam proses perkecambahan.
e. Jenis
substrat baru yang terbentuk.
f. Sifat
– sifat jenis tumbuhan di sekitar tempat terjadinya
suksesi.
Proses Suksesi di Gunung Merapi Yogyakarta
Gunung
Merapi (± 2911 m dpl) merupkan bagian dari Ring of Fire yang terletak di
sisi selatan kepulauan Nusantara (Pulau Jawa). Dimulai dari gugus Gunung
Halimun-Salak, Gede-Pangrango dan Ceremai di Jawa Barat, dilanjutkan
Selamet-Sindoro-Sumbing-Merbabu-Merapi-Lawu di Jawa bagian tengah, dan makin ke
timur ada Arjuno-Welirang-Kelud-Raung dan puncak tertinggi gunung Semeru.
Berdasarkan
strukturnya, Merapi tergolong tipe strato (stratovolcano), berkarakter
curam dengan kemiringan ±30o, berbentuk konus (mengerucut) dengan
kubahnya terbentuk dari semburan dan aliran/lelehan lava pijar. Kubah lava ini
akan mengalami guguran secara periodik (erupsi) yang menghasilkan bentukan awan
panas khas, yang populer dengan sebutan wedhus gembel.
Catatan
aktivitas vulkaniknya menunjukkan bahwa Merapi adalah gunung paling aktif di Indonesia.
Letusan efusif yang menjadi ciri khasnya terjadi secara periodik dalam rentang
waktu relatif pendek. Erupsi yang terjadi pada tahun 2006, mengalirkan gas dan
material panas dengan suhu 1000°C – 1500°C sejauh ± 5 km di atas permukaan Kali
Gendol di lereng selatan. Erupsi lebih besar terjadi menjelang akhir Oktober
2010 yang lalu akibat dari letusan yang tidak hanya efusif tetapi juga sedikit
eksplosif.
Erupsi
ini tercatat yang paling besar dalam kurun waktu 100 tahun terakhir dengan
produk vulkanik yang mampu menjangkau ±10 km dari puncak. Peristiwa letusan dua
periode terakhir, serta peristiwa lain yang terjadi setelah letusan, memberi
dampak sangat signifikan bagi kondisi lingkungan sekitar Gunung Merapi.
Rusaknya hutan lereng selatan dan sekitarnya akibat terjangan awan panas, timbunan
material panas yang berupa batu dan pasir di atas permukaan tanah di area aliran
erupsi yang menjadi banjir lahar dingin bila terjadi hujan, rusaknya
titik-titik (spots) sumber air, adalah contoh-contoh akibat yang
ditimbulkan.
Awan
panas (wedhus gembel) yang menyapu permukaan lereng selatan (sejauh ±5
km saat letusan 2006 dan ±10 km pada tahun 2010) merupakan contoh gejala
abiotik yang mempengaruhi gejala biotik khususnya vegetasi/hutan (gambar 1).
Pada kondisi normal, Gunung Merapi memberi kontribusi bagi produksi gas
atmosfer, terutama gas N2 dan aerosol. Namun, aktivitas vulkaniknya
menghasilkan lelehan lava pijar yang lantas terkonversi menjadi gas, debu dan
material vulkanik suhu tinggi yang dapat merusak komunitas hutan di lereng
selatan yang dilaluinya dan mempengaruhi kondisi ekologi tanah.
Perubahan
ekstrim berupa rusaknya atau bahkan hilangnya vegetasi berakibat terjadinya
ketidakseimbangan ekosistem. Ketiadaan vegetasi tentu menghilangkan fungsi
ekologi produksi gas oksigen bagi wilayah hilir Gunung Merapi dan ini tentu
memberi dampak bagi kehidupan yang ada di sana. Dengan kata lain, siklus daur
biogeokimia, khususnya daur oksigen dan nitrogen tentu akan mengalami
perubahan.
Serupa
dengan fenomena pertama, banjir lahar dingin yang terjadi akibat hanyutnya
timbunan material pasir dan batuan oleh aliran air hujan secara terus menerus,
secara fisik dapat merusak dan merubah topografi teresterial (daratan) serta
lingkungan air dan tanah.
Fenomena
yang terjadi di wilayah Magelang, seperti ditunjukkan gambar 2, menggambarkan
betapa interaksi antar dua faktor abiotik tersebut mampu menimbulkan kekuatan
alamiah luar biasa yang sanggup merubah kondisi lingkungan dan kehidupan.
Berubahnya topografi aliran sungai, rusaknya sistem sumber daya khususnya air,
rusaknya area produktif persawahan, merupakan gejala yang relevan dengan
persoalan dinamika ekosistem.
Pasca
erupsi, secara alamiah hutan di lereng selatan Merapi yang mengalami kerusakan
akan kembali menuju ke kesetimbangan ekosistem yang baru melalui proses
suksesi. Fakta suksesi ini sebelumnya telah ditemukan pasca erupsi tahun 2006. Fakta
ini juga dapat ditemukan pada situs pasca erupsi tahun 2010, seperti yang
tampak pada gambar 3. Proses suksesi
yang terjadi di Merapi termasuk dalam kategori suksesi primer, akibat dari
tidak tersisanya vegetasi di area yang terkena langsung dampak semburan produk
vulkaniknya. Kecepatan suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luasan
daerah komunitas awal yang rusak, spesies tumbuhan yang muncul atau terdapat di
lingkungan sekitar area tersuksesi, jenis substrat baru yang terbentuk dan
kondisi iklim.
Pasca erupsi ini terjadi, mengalami proses suksesi yang awalnya hanya terdapat tumbuhan perintis yaitu tubuhan tingkat rendah, seperti lumut dan paku-pakuan perintis
ataupun tumbuhan-tumbuhan sisa dari yang lolos dari kerusakan erupsi. Kemudian akan tumbuh tumbuhan-tumbuhan tingkat tinggi seperti Pinus merkusii, Accacia
decurrens, dan lain-lain. Proses
suksesi ini terjadi secara
bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan
tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks.
Sejalan dengan proses suksesi sekunder di Gunung Merapi,
Yogyakarta yang menjadi hutan klimaks, maka keberadaan fauna di sekitar Gunung
Merapi pun semakin melimpah. Berikut adalah daftar hewan yang berada di sekitar
Gunung Merapi Yogyakarta.
Keragaman Jenis
Burung
Di Resort Turi-Cangkringan-Pakem ditemukan 59 jenis
burung sebanyak 625 individu yang termasuk dalam 28 famili dan nilai indeks
Shannon-Wiener sebesar 2,81(sedang).
Tabel 2.1 Kelimpahan relatif jenis dan Indeks Shannon-Wiener keragaman
jenis burung di wilayah Resort Turi-Cangkringan-Pakem TN Gunung Merapi
No
|
Nama Jenis
|
Nama Ilmiah
|
Famili
|
Jumlah
|
1
|
Alap-Alap
Sapi
|
Falco
moluccensis
|
Falconidae
|
1
|
2
|
Ayam Hutan
Hijau
|
Gallus varius
|
Phasianidae
|
2
|
3
|
Ayam Hutan
Merah
|
Gallus gallus
|
Phasianidae
|
3
|
4
|
Bentet Kelabu
|
Lanius schach
|
Laniidae
|
3
|
5
|
Berencet
Kerdil
|
Pnoepyga
pusilla
|
Timaliidae
|
9
|
6
|
Betet Biasa
|
Psittacula
alexandri
|
Psittacidae
|
32
|
7
|
Burung Madu
Gunung
|
Aethopyga
eximia
|
Nectariniidae
|
22
|
8
|
Burung Madu
Sriganti
|
Cinnyris
jugularis
|
Nectariniidae
|
2
|
9
|
Cabe Gunung
|
Dicaeum
sanguinolentum
|
Dicaeidae
|
4
|
10
|
Caladi Ulam
|
Dendrocopos
macei
|
Picidae
|
1
|
11
|
Cekakak Jawa
|
Halcyon
cyanoventris
|
Alcedinidae
|
1
|
12
|
Cica Daun
Sayap Biru
|
Chloropsis
cochinchinensis
|
Chloropseidae
|
2
|
13
|
Cica Kopi
Melayu
|
Pomatorhinus
montanus
|
Timaliidae
|
3
|
14
|
Cica Koreng
Jawa
|
Megalurus
palustris
|
Sylviidae
|
10
|
15
|
Cikrak Daun
|
Phylloscopus trivirgatus
|
Sylviidae
|
10
|
16
|
Cinenen
Kelabu
|
Orthotomus
ruficeps
|
Sylviidae
|
6
|
17
|
Cinenen
Pisang
|
Orthotomus
sutorius
|
Sylviidae
|
7
|
18
|
Cipoh Kacat
|
Aegithina
tiphia
|
Aegithinidae
|
1
|
19
|
Ciung Batu
Kecil
|
Myophonus
glaucinus
|
Turdidae
|
5
|
20
|
Cucak Gunung
|
Pycnonotus bimaculatus
|
Pycnonotidae
|
6
|
21
|
Cucak
Kutilang
|
Pycnonotus
aurigaster
|
Pycnonotidae
|
27
|
22
|
Dederuk Jawa
|
Streptopelia
bitorquata
|
Columbidae
|
3
|
23
|
Elang Alap
|
Accipitridae
sp.
|
Accipitridae
|
1
|
24
|
Elang Bido
|
Spilornis
cheela
|
Accipitridae
|
1
|
25
|
Elang Hitam
|
Ictinaetus
malayensis
|
Accipitridae
|
1
|
26
|
Elang Jawa
|
Spizaetus
bartelsi
|
Accipitridae
|
1
|
27
|
Empuloh
Janggut
|
Criniger bres
|
Pycnonotidae
|
2
|
28
|
Gagak Kampung
|
Corvus
macrorhynchos
|
Corvidae
|
3
|
29
|
Gagak Rumah
|
Corvus
splendens
|
Corvidae
|
2
|
30
|
Gelatik Batu
Kelabu
|
Parus major
|
Paridae
|
7
|
31
|
Jingjing Batu
|
Hemipus
hirundinaceus
|
Campephagidae
|
2
|
32
|
Kacamata
Biasa
|
Zosterops
palpebrosus
|
Zosteropidae
|
158
|
33
|
Kangkok
Ranting
|
Cuculus
saturatus
|
Cuculidae
|
4
|
34
|
Kapinis Rumah
|
Apus
nipalensis
|
Apodidae
|
5
|
35
|
Kepudang
Kuduk Hitam
|
Oriolus
chinensis
|
Oriolidae
|
4
|
36
|
Kepudang
Sungu Jawa
|
Coracina
javensis
|
Campephagidae
|
1
|
37
|
Kipasan Ekor
Merah
|
Rhipidura
phoenicura
|
Rhipiduridae
|
6
|
38
|
Meninting
|
Enicurus
leschenaulti
|
Turdidae
|
2
|
39
|
Munguk Beledu
|
Sitta
frontalis
|
Sittidae
|
2
|
40
|
Opior Jawa
|
Lophozosterops
javanicus
|
Zosteropidae
|
4
|
41
|
Pelanduk
Semak
|
Malacocincla
sepiarium
|
Timaliidae
|
11
|
42
|
Sepah Gunung
|
Pericrocotus
miniatus
|
Campephagidae
|
2
|
43
|
Serindit Jawa
|
Loriculus
pusillus
|
Psittacidae
|
9
|
44
|
Sikatan
Belang
|
Ficedula
westermanni
|
Muscicapidae
|
8
|
45
|
Sikatan Ninon
|
Eumyias
indigo
|
Muscicapidae
|
3
|
46
|
Sikatan x
|
Muscicapidae
sp.
|
Muscicapidae
|
1
|
47
|
Sikatan y
|
Muscicapidae
sp.
|
Muscicapidae
|
1
|
48
|
Srigunting
Kelabu
|
Dicrurus
leucophaeus
|
Dicruridae
|
4
|
49
|
Takur Bultok
|
Megalaima
lineata
|
Capitonidae
|
2
|
50
|
Takur Tohtor
|
Megalaima
armillaris
|
Capitonidae
|
1
|
51
|
Takur Tulung
tumpuk
|
Megalaima
javensis
|
Capitonidae
|
3
|
52
|
Tekukur Biasa
|
Streptopelia
chinensis
|
Columbidae
|
17
|
53
|
Tepus Pipi
Perak
|
Stachyris
melanothorax
|
Timaliidae
|
5
|
54
|
Walet Linchi
|
Collocalia
linchi
|
Apodidae
|
157
|
55
|
Walet Sarang
|
Collocalia sp
|
Apodidae
|
10
|
56
|
Walik Kembang
|
Ptilinopus
melanospila
|
Columbidae
|
1
|
57
|
Walik Kepala
Ungu
|
Ptilinopus
porphyreus
|
Columbidae
|
1
|
58
|
Wergan Jawa
|
Alcippe
pyrrhoptera
|
Timaliidae
|
8
|
59
|
Wiwik Uncuing
|
Cacomantis
sepulcralis
|
Cuculidae
|
15
|
JUMLAH TOTAL
|
625
|
Sumber : http://ksn-merapi.com/index.php/detail/202
Satwa Mamalia
Di Resort- Turi-Cangkringan-Pakem ditemukan
ditemukan 8 jenis berjumlah 47 individu dan nilai indeks sebesar 1,29 (rendah).
No
|
Nama Jenis
|
Nama Ilmiah
|
Famili
|
Jumlah
|
1
|
Babi hutan
|
Sus scrofa
|
Suidae
|
1
|
2
|
Bajing
|
Sundasciurus sp.
|
Sciuridae
|
5
|
3
|
Kelelawar ladam umum
|
Rhinopholus pusillus
|
Rhinolophidae
|
10
|
4
|
Kucing Hutan
|
Felis bengalensis
|
Felidae
|
1
|
5
|
Lutung Jawa
|
Trachypithecus auratus
|
Cercopithecidae
|
2
|
6
|
Monyet Ekor Panjang
|
Macaca fascisularis
|
Cercopithecidae
|
23
|
7
|
Musang
|
Paradoxus sp.
|
Viveridae
|
4
|
8
|
Musang Luwak
|
Paradoxurus hermaphroditus
|
Viveridae
|
1
|
JUMLAH TOTAL
|
47
|
Tabel 2.1 Kelimpahan relatif jenis mamalia Resort
Turi-Cangkringan-Pakem SPTN I TN Gunung Merapi
Tabel 2.3 Mamalia yang Tidak Ditemukan Pasca Erupsi
No
|
Nama Jenis
|
Nama Ilmiah
|
Keterangan
|
1
|
Kidang Totol
|
Axis axis Reintroduksi
|
Tahun 1990-an
|
2
|
Macan Tutul
|
Panthera pardus
|
Alami
|
3
|
Kubung Malaya
|
Cynocephalus variegatus
|
Alami
|
4
|
Kukang
|
Nictycebus javanicus
|
Alami
|
5
|
Teledu Sigung
|
Mydaus javanensis
|
Alami
|
6
|
Garangan
|
Herpestes javanicus
|
Alami
|
7
|
Kucing Merah
|
Felis badia
|
Alami
|
Sumber : http://ksn-merapi.com/index.php/detail/202