Pengertian dan Daerah-daerah Persebaran Garis Wallace dan Weber - Persebaran hewan di muka bumi ini didasarkan oleh faktor
fisiografik, iklim dan biotik yang berbeda antara wilayah yang satu dengan
lainnya, sehingga akhirnya menyebabkan perbedaan jenis hewan di suatu wilayah. Di samping itu faktor sejarah
geologi juga mempengaruhi persebaran hewan di wilayah tertentu karena wilayah
tersebut pernah menjadi satu. Namun hewan berbeda dengan tumbuhan yang bersifat
pasif. Pada hewan, bila habitatnya dirasakan sudah tidak cocok, maka seringkali
mengadakan migrasi ke tempat lainnya secara besar-besaran. Oleh karena itu pola
persebaran fauna tidak seperti persebaran flora. Adakalanya hewan khas di suatu
wilayah juga terdapat di wilayah lainnya.
A. Garis Wallace
Dalam membahas ilmu geografi tumbuhan dan hewan, kita tidak
terlepas dari seorang ahli ilmu alam dari Inggris, yaitu Alfred Russel Wallace
(1823-1913). Dia
mempelopori penyelidikan secara modern tentang Geografi hewan terlepas dari
teori Darwin. Dia mendalilkan suatu garis khayal sebagai pemisah antara dunia
hewan Australis dan Asiatis. Alfred Russel Wallace mengadakan penelitian
mengenai penyebaran hewan di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan hewan di Indonesia bagian Barat dengan hewan di Indonesia bagian
Timur.
1. Pengertian Garis
Wallace
Menurut istilah, garis Wallace adalah sebuah garis hipotetis
yang memisahkan wilayah geografi hewan Asia dan Australasia. Bagian barat dari
garis ini berhubungan dengan spesies Asia; di timur kebanyakan berhubungan
dengan spesies Australia. Garis ini melalui Kepulauan Melayu, antara Borneo dan
Sulawesi; dan antara Bali (di barat) dan Lombok (di timur). Kawasan Wallacea: meliputi wilayah
Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Sumba, Sumbawa, Lombok dan Timor. Memiliki
hewan-hewan khas (terutama di Pulau Sulawesi) tidak sama dengan hewan oriental
dan hewan Australia, misal: Anoa, burung Mako, kera hitam.Adanya garis ini juga tercatat oleh Antonio Pigafetta
tentang perbedaan biologis antara Filipina dan Kepulauan Maluku, tercatat dalam
perjalanan Ferdinand Magellan pada 1521. Garis ini lalu diperbaiki dan digeser
ke Timur (daratan pulau Sulawesi) oleh Weber. Batas penyebaran flora dan fauna
Asia lalu ditentukan secara berbeda-beda, berdasarkan tipe-tipe flora dan
fauna. Garis ini lalu dinamakan "Wallace-Weber".
Daerah-daerah yang berhubungan dengan garis Wallace:
2. Kawasan Paparan Sunda
(di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan
Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat Garis Wallace. Garis Wallace
merupakan suatu garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sunda
dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan,
antara Kalimantan dan Sulawesi, serta antara Bali dan Lombok. Garis ini
mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang, pada 1858, memperlihatkan
bahwa sebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip
dengan yang ada di daratan Benua Asia.
3. Kawasan Paparan Sahul
(di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan
Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber
adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul
dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke selatan
antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur dan
Australia. Garis ini mengikuti nama biolog Max Weber yang, sekitar 1902,
memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan
yang ada di Benua Australia.
4. Kawasan Wallacea /
Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis
Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil
(Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak
merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak
ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini memiliki juga
unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan Australesia. Wallace
berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di
Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara. Kalaupun jenis
Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis Australia di bagian
timur, hal ini karena Kawasan Wallacea sesungguhnya dulu merupakan palung laut
yang teramat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti
menyebar.
B. Garis Weber
1. Pengertian Garis Weber
Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia
flora dan fauna di paparan sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. garis ini
membujur dari utara ke selatan antara kepulauan Maluku dan Papua serta antara
Nusa Tenggara Timur dengan Australia. Garis ini dicetuskan oleh Max Carl
Wilhelm Weber atau Max Wilhelm Carl Weber (lahir di Bonn, 5 Desember 1852 –
meninggal di Berbeek, 7 Februari 1937 pada umur 84 tahun) adalah seorang
ilmuwan ahli ilmu hewan (zoologis) dan biogeografi berkebangsaan Jerman-Belanda.
Weber secara khusus tertarik dengan kedalaman laut di selat
Lombok, yaitu selat yang memisahkan antara Pulau Bali dengan Pulau Lombok,
dimana sebelumnya Wallace menyatakan bahwa selat antara Pulau Bali dan Pulau
Lombok menjadi tanda pemisah bagi fauna yang bercirikan Asia dan fauna yang
bercirikan Australia. Tetapi penemuan Weber mengindikasikan bahwa kedalaman laut
di Selat Lombok hanya sekitar 312 m yang berarti selat Selat Lombok tidak
begitu dalam. Sehingga demikian setelah ditelaah lebih dalam lagi, terutama
kondisi fauna di kepulauan Indonesia Timur khususnya di Celebes dan Maluku,
menurut Weber, garis pemisah yang kuat antara fauna Asia dan Australia tidaklah
ada, akan tetapi semakin menuju ke arah timur dari kepulauan nusantara, maka
fauna bercirikan Asia semakin berkurang, dan sebaliknya, fauna yang bercirikan
Australia semakin banyak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Weber ini oleh sebagian
peneliti dianggap telah memindahkan garis Wallace lebih ke arah timur yang mana
kemudian garis ini dinamakan dengan “Garis Weber”, meski Weber sendiri tidak
begitu menyetujui garis imajiner pemisah sebagaimana garis imajiner Wallace.
Garis imajiner Weber dipopulerkan oleh Paul Pelseneer di tahun 1904.
Dalam pandangan modern secara umum dapat diterima bahwa
antara garis Wallace dan garis Weber merupakan zona transisi yang disebut
“Wallacea”. Ilmuwan dapat memberikan gambaran bahwa garis Wallace antara Borneo
dan Celebes merupakan ujung dari lempengan benua Asia, sedangkan garis Weber
antara Celebes dan Kepulauan Maluku mencerminkan keseimbangan fauna antara
fauna yang bercirikan Asia dengan Australia. Sekembalinya Weber dari
penjelajahan di Hindia Timur, ia menerbitkan hasil penelitiannya dalam suatu
publikasi ilmiah yang berjudul “Zoologische Ergebnisse einer Reise in
Niederländisch Ost-Indien”.
Secara umum,titik utama penelitian Weber adalah tentang
biologi kelautan yang difokuskan pada jalur migrasi invertebrate laut dan
ikan-ikan pelagis (yang menghuni lapisan laut menengah dan atas). Dalam
melakukan penelitia, ia bersama teman-temannya menemukan cukup banyak ikan-ikan
dan hewan laut jenis baru, contohnya seperti kerang lentera (filum
Brachiopoda), yang ditemukan di beberapa kepualauan di bagian timur nusantara
seperti di daerah Banda, Ambon, Seram, Kei, Sulawesi, Sulu dan Selayar.
Sedangkan menurut Tomascik (1997), ekspedisi Siboga di nusantara berhasil
menemukan sebanyak 70 spesies dan 27 genera karang ahermatypic, termasuk 3000
spesies sponge (rumput laut). Selain itu peta batimetri (peta konfigurasi dasar
laut) yang pertama untuk nusantara dihasilkan pula dari ekspedisi ini.
C.
Pengaruh Garis Wallace Dan Weber Terhadap Persebaran Flora Dan Fauna Di
Indonesia
Hewan-hewan yang berada di Oriental dan Australis batas
pertemuannya dari kedua jenis hewan tersebut berada di kepulauan Indonesia.
Begitu juga dengan jenis-jenis tumbuhan yang dikemukakan oleh Weber. Batas
masing-masing jenis hewan dan tumbuhan yang dikemukakan oleh kedua ahli
tersebut dibuat garis khayal yang memisahkan golongan hewan dan tumbuhan
Asiatis, golongan hewan dan tumbuhan peralihan antara Asiatis dan Australis,
dan golongan hewan dan tumbuhan Australis.
Oleh karena itu, Kepulauan Indonesia
dibagi menjadi tiga golongan hewan dan tumbuhan berdasarkan jenis
persebarannya.
1. Asiatis/Oriental
Wilayah Fauna Indonesia
Tipe Asiatis sering pula disebut Wilayah Fauna Indonesia Barat atau Wilayah
Fauna Tanah Sunda. Wilayah fauna Indonesia yang bercorak Asiatis terdapat di
Indonesia bagian barat meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan,
serta pulau-pulaukecil di sekitarnya. Wilayah fauna Indonesia bagian barat
(Tipe Asiatis) dengan wilayah fauna Indonesia bagian tengah (Tipe
Asia-Australis) dibatasi oleh Garis Wallace.
contoh fauna daerah Asiatis/Oriental |
Jenis-jenis Fauna
Indonesia Tipe Asiatis, antara lain sebagai berikut.
1) Mamalia, terdiri atas gajah India di Sumatera, harimau
terdapat di Jawa, Sumatera, Bali, badak bercula dua di Sumatera dan Kalimantan,
badak bercula satu di Jawa, orang utan di Sumatera dan Kalimantan, Kancil di
Jawa, Sumatera dan Kalimantan, dan beruang madu di Sumatera dan Kalimantan. Hal
yang menarik adalah di Kalimantan tidak terdapat harimau dan di Sulawesi
terdapat binatang Asiatis seperti monyet, musang, anoa, dan rusa. Fauna
endemik di daerah ini adalah, badak bercula satu di Ujung kulon Jawa Barat,
Beo Nias di Kabupaten Nias, Bekantan/Kera Belanda dan Orang Utan di Kalimantan.
2) Reptilia, terdiri atas biawak,
buaya, kura-kura, kadal, ular, tokek, bunglon, dan trenggiling.
3) Burung, terdiri atas elang bondol,
jalak, merak, ayam hutan, burung hantu, kutilang, dan berbagai jenis unggas
lainnya.
4) Ikan, terdiri atas mujair, arwana,
dan pesut (mamalia air tawar), yaitu sejenis lumba-lumba yang hidup di Sungai
Mahakam.
5) Serangga, terdiri atas berbagai
jenis kumbang dan kupu-kupu, serta berbagai jenis serangga yang bersifat
endemik.
Flora di dataran Sunda disebut juga
flora Asiatis karena ciri-cirinya mirip dengan ciri-ciri tumbuhan Asia.
Contoh-contohnya yaitu: tumbuhan jenis meranti-merantian, berbagai jenis rotan
dan berbagai jenis nangka. Hutan Hujan Tropis terdapat di bagian Tengah dan
Barat pulau Sumatera dan sebagian besar wilayah Kalimantan. Hal ini dikarenakan
sejarah geologi dulu bahwa dataran sunda bergabung dengan benua Asia.
Di dataran Sunda banyak dijumpai
tumbuhan endemic, yaitu tumbuhan yang hanya terdapat pada tempat tertentu
dengan batas wilayah yang relatif sempit dan tidak terdapat di wilayah lain.
Tumbuhan endemic tersebut terdapat di Kalimantan sebanyak 59 jenis dan di Jawa
10 jenis. Misalnya bunga Rafflesia Arnoldii hanya terdapat di perbatasan
Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Selatan. Anggrek Tien Soeharto yang hanya tumbuh
di Tapanuli Utara,Sumatera Utara.
2. Flora
Sumatra–Kalimantan
Sebagian besar wilayah
Sumatra dan Kalimantan merupakan wilayah iklim hutan hujan tropis atau tipe Af
berdasarkan klasifikasi Iklim Koppen. Iklim di wilayah ini dicirikan dengan
adanya tingkat kelembapan udara dan curah hujan yang selalu tinggi sepanjang
tahun. Oleh karena itu, tipe vegetasi yang mendo minasi wilayah ini ialah hutan
hujan tropis, yaitu tipe hutan lebat dengan jenis tumbuhan yang sangat
heterogen. Pohonpohonnya tinggi dan sangat rapat, di bawahnya ditumbuhi
berbagai jenis tumbuhan yang lebih rendah dan tanahnya ditumbuhi perdu dan
rumput-rumputan sebagai penutup. Beberapa jenis flora khas daerah
Sumatra-Kalimantan adalah tumbuhan meranti (dipterocarpus), berbagai
jenis epifit, seperti anggrek, berbagai jenis lumut, cendawan (jamur), dan
paku-pakuan, serta tumbuhan endemik yang sangat langka, seperti Rafflesia
arnoldi yang penyebarannya hanya di sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dari
mulai Nanggroe Aceh Darussalam sampai Lampung.
3. Flora Jawa–Bali
Kondisi iklim kawasan
Pulau Jawa sangat bervariasi dengan tingkat curah hujan dan kelembapan udara
semakin berkurang ke arah timur. Wilayah jawa barat didominasi oleh tipe iklim
hutan hujan tropis (Af) dan Iklim Musim Tropis (Am). Semakin ke timur, tipe
iklim bergeser ke arah tipe iklim yang lebih rendah curah hujannya. Akhirnya
ditemui beberapa wilayah Iklim Sabana Tropik (Aw) di Pulau Bali. Keadaan ini
membawa pengaruh terhadap pola vegetasi alam yang ada. Kawasan hutan hujan
tropis di wilayah ini sebagian besar terdapat di Jawa Barat, seperti di
Gede-Pangrango, Cibodas, dan Pananjung. Adapun wilayah utara Pulau Jawa yang
memanjang mulai dari Jawa Barat bagian utara, Jawa Tengah, sampai Jawa Timur merupakan
kawasan hutan musim tropis yang meranggas atau menggugurkan daunnya pada musim
kemarau.
Jenis flora khas hutan
musim tropis antara lain pohon jati. Jenis vegetasi yang mendominasi wilayah
Jawa bagian timur dan Pulau Bali adalah vegetasi sabana tropis. Wilayah-wilayah
pegunungan yang cukup tinggi di Pulau Jawa maupun di Pulau Bali banyak ditutupi
oleh vegetasi hutan pegunungan tinggi.
3. Australis
Wilayah Fauna Indonesia
Tipe Australis disebut juga Wilayah Fauna Indonesia Timur atau Wilayah Fauna Tanah
Sahul, meliputi Pulau Irian Jaya (Papua), Kepulauan Aru, dan pulau-pulau kecil
di sekitarnya. Wilayah Fauna Indonesia Timur (Tipe Australis) dengan Fauna
Indonesia Tengah (Tipe Asia-Australis) dibatasi oleh Garis Weber.
contoh fauna wilayah Australis |
Jenis-jenis Fauna
Indonesia Tipe Australis, antara lain sebagai berikut.
1) Mamalia, terdiri atas kanguru, walabi, beruang, koala,
nokdiak (landak Irian), oposum layang (pemanjat berkantung), kuskus, biawak,
kanguru pohon, dan kelelawar.
2) Reptilia, terdiri atas buaya, biawak, ular, kadal, dan
kura-kura.
3) Amphibia, terdiri atas katak pohon, katak terbang, dan
katak air.
4) Burung, terdiri atas kakatua, beo, nuri, raja udang,
cendrawasih, dan kasuari.
5) Ikan, terdiri atas arwana dan berbagai jenis ikan air
tawar lainnya yang jumlah spesiesnya relatif lebih sedikit jika dibandingkan
dengan wilayah Fauna Indonesia Barat dan Tengah.
Flora yang ada di dataran Sahul disebut
juga flora Australis sebab jenis floranya mirip dengan flora di benua
Australia. Dataran Sahul yang meliputi Irian Jaya dan pulau-pulau kecil yang
ada disekitarnya memiliki corak hutan Hujan Tropik tipe Australia Utara, dengan
ciri-ciri sangat lebat dan selalu hijau sepanjang tahun. Di dalamnya tumbuh
beribu-ribu jenis tumbuh-tumbuhan dari yang besar dan tingginya bisa mencapai
lebih dari 50 m, berdaun lebat sehingga matahari sukar menembus ke permukaan
tanah dan tumbuhan kecil yang hidupnya merambat. Berbagai jenis kayu yang punya
nilai ekonomis tinggi tumbuh dengan baik, seperti kayu besi, cemara, eben
hitam, kenari hitam, dan kayu merbau. Di daerah pantai banyak kita jumpai hutan
mangrove dan pandan, sedangkan di daerah rawa terdapat sagu untuk bahan
makanan. Di daerah pegunungan terdapat tumbuhan Rhododendron yang merupakan
tumbuhan endemik daerah ini.
4. Daerah Peralihan
Wilayah Fauna Indonesia Tipe Asia-Australis sering pula
disebut Wilayah Fauna Indonesia Tengah atau Wilayah Fauna Kepulauan Wallacea.
Wilayah ini meliputi Pulau Sulawesi, Timor, Kepulauan Nusa Tenggara, dan
Kepulauan Maluku.
Jenis-jenis Fauna
Indonesia peralihan antara lain sebagai berikut.
1) Mamalia, terdiri atas anoa, babi rusa, tapir, ikan
duyung, kuskus, monyet hitam, beruang, tarsius, monyet seba, kuda, sapi, dan
banteng.
2) Amphibia, terdiri atas katak pohon, katak terbang, dan
katak air.
3) Reptilia, terdiri atas ular, buaya, biawak, dan komodo.
4) Berbagai macam burung, antara lain burung dewata, maleo,
mandar, raja udang, burung pemakan lebah, rangkong, kakatua, merpati, dan
angsa.
contoh fauna Daerah Peralihan |
Wilayah tipe peralihan
adalah pulau-pulau di wilayah Indonesia bagian tengah yang terdiri atas Pulau
Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Timor, dan Kepulauan Maluku.
Wilayah-wilayah ini memiliki sifat iklim yang lebih kering dan kelembapan udara
yang lebih rendah di ban – ding kan dengan wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Pulau-pulau ini disebut daerah
peralihan karena flora di daerah peralihan, mempunyai kemiripan dengan flora
yang ada di daerah kering di Maluku, Nusa Tenggara, Jawa, dan Filipina. Di
kawasan pegunungannya terdapat jenis tumbuhan yang mirip dengan tumbuhan di
Kalimantan. Sedangkan di kawasan pantai dan dataran rendahnya mirip dengan
tumbuhan di Irian Jaya. Corak vegetasi yang terdapat di daerah Peralihan
meliputi: Vegetasi Sabana Tropik di Kepulauan Nusa Tenggara, Hutan pegunungan
di Sulawesi dan Hutan Campuran di Maluku.
Corak vegetasi tipe
peralihan meliputi:
1) vegetasi sabana tropis di wilayah Nusa Tenggara;
2) vegetasi hutan pegunungan di wilayah pegunungan yang
terletak di Pulau Sulawesi;
3) vegetasi hutan campuran di wilayah Maluku, yang terdiri
atas berbagai jenis rempah-rempah (pala, cengkih, kayu manis), kenari, kayu
eboni, dan lontar sebagai tanaman khas di daerah ini.
Pembagian flora dan fauna di Indonesia
tersebut didasarkan pada faktor geologi. Yang secara geologi pulau-pulau di
Indonesia Barat pernah menyatu dengan benua Asia sedangkan pulau-pulau di
Indonesia Timur pernah menyatu dengan benua Australia. Oleh karena itu tumbuhan
dan hewan di benua Asia mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan tumbuhan dan
hewan di Indonesia Barat. Demikian pula ciri-ciri tumbuhan dan hewan di
Indonesia Timur mirip dengan tumbuhan dan hewan di benua Australia.